Sejarah Berdirinya kota trenggalek
Sebelum
ditemukan sumber yang bersifat tertulis maka daerah itu mengalami masa
prasejarah. Sedangkan di Trenggalek jaman sejarah akan ditandai dengan
adanya prasasti yang pertama kalinya muncul berbentuk Prasati Kampak
atau dikenal dengan namanya Perdikan Kampak. Pada jaman Prasejarah,
Trenggalek telah dihuni oleh manusia dengan bukti ditemu kannya benda-benda
yang merupakan hasil jaman Nirloka. Dari hasil penelitian serta lokasi
benda benda prasejarah tadi dapatlah direkontruksikan, perjalanan
manusia-manusia pemula di daerah Trenggalek itu dalam beberapa jalur,
yaitu :
1. Jalur Pertama, dari
Pacitan menuju Panggul perjalanan diteruskan ke Dongko, dari Dongko
menuju ke Pule kemudian menuju ke Karangan dari sini dengan menyusuri
sungai Ngasinan menuju ke Durenan.Kemudian manusia – manusia Purba
Trenggalek itu melanjutkan perjalanan ke wajak daerah Tulungagung.
2. Jalur Kedua, berangkat
dari Pacitan ke Panggul menuju Dongko, melalui tanjakan ngerdani turun
ke daerah Kampak laju ke Gandusari, dari sini perjalanan dilanjutkan ke
Tulungagung.
3. Jalur Ketiga, berangkat dari Pacitan menuju Panggul menyusuri tepi Samudra Indonesia menuju Munjungan, di teruskan ke Prigi lalu Ke Wajak.
Demikian
rekontruksi perjalanan manusia – manusia pra sejarah yang berlangsung
bolak balik antara Pacitan dengan Wajak. Jalur-jalur perjalanan tersebut
dapat dibuktikan dengan ditemukannya artefak jaman batu besar seperti,
menir, mortar, batu saji, batu dakon, palinggih batu, lumpang batu dan
sebagainya. Yang kesemuanya benda benda tadi tersebar didaerah daerah
bekas jalur jalur lalu lintas mereka itu. HR VAN HEEKEREN menyatakan
bahwa homowajakensis (manusia purba wajak) hidup pada masa Plestosin
atas, sedangkan peninggalan Pacitan berkisar antara 8.000 sampai 35.000
tahun yang lalu.Akibatnya masa megaliticum atau masa neoliticum itulah
yang meliputi daerah Trenggalek purba. Satu hal yang perlu dicatat
disini bahwa manusia – manusia Trenggalek pada waktu itu dapat
direkontruksikan lebih tua jika dibandingkan manusia wajak dan lebih
muda dibanding dengan manusia – manusia Sampung Ponorogo.
Mengingat
masa itu masyarakat sudah mengenal pertanian, maka dari segi sosial,
masyarakat tadi sudah mengenal struktur atau stratifikasi sosial
walaupun dalam bentuk sangat sederhana. Sedangkan masalah perekonomian
dan kebudayaan telah pula mereka kenal dan mereka anut serta dikerjakan
oleh masyarakat pendukungnya. Berakhirnya masa prasejarah berarti
mulainya masa sejarah dimana tulisan mulai dikenal pada saat itu. Untuk
itu Perdikan Kampak merupakan tonggak sejarah Kabupaten Trenggalek yang
tak dapat diabaikan. Lahirnya perdikan kampak ditandai dengan adanya
prasasti kampak yang dibuat oleh Raja Sindok pada tahun 851 syaka atau
929 Masehi. Dari prasati itu dapat diketahui bahwa Trenggalek pada masa
itu sudah memiliki daerah daerah yang mendapatkan hak otonomi atau
swantara lebih jelas lagi diketengahkan bahwa Perdikan Kampak berbatasan
dengan mahasamudera (Samudera Indonesia ) disebelah selatan yang pada
waktu itu wilayahnya meliputi Panggul, Munjungan dan Prigi. Selanjutnya
disinggung pula daerah Dawuhan yang sekarang daerah ini juga masih dapat
dijumpai di Trenggalek. Setelah masa Mpu Sindok dengan melalui masa
Raja Dharmawangsa lahirlah di Jawa Timur kerajaan Kahuripan yang
diperintah oleh Raja Airlangga. Hanya sayangnya pada masa ini tidak
banyak diketahui kesejarahannya, dikarenakan tidak ditemuinya data atau
mungkin belum ditemukannya data tentang masa tersebut.
Namun
tidak bisa disangkal bahwa wilayah Trenggalek termasuk dalam kawasan
Kahuripan yang kemudian berkesinambungan menjadi wilayah kerajaan
Kediri. Dari jaman Kediri hanya ada beberapa hal yang dapat dicatat,
utamanya pada masa ini munculnya prasasti Kamulan yang terletak di Desa
Kamulan Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek.
Bertolak
dari prasasti Kamulan dapatlah diajukan suatu masa lahirnya Perdikan
Kamulan. Di dalam prasasti Kamulan dicantumkan tahun pembuatannya yaitu
tahun 1116 caka atau tahun 1194 masehi. Prasasti tadi dikeluarkan oleh
Raja Sarweswara Trikramawataranindita Srngga
Lancana
Dikwijayotunggadewa atau biasa dikenal dengan nama Kertajaya. Raja
inilah yang berhasil mengusir musuh musuhnya dari daerah Katang – katang
berkat bantuan rakyat Kamulan.
Berdasarkan
atas prasasti inilah ditetapkan “Hari jadi Kabupaten Trenggalek pada
hari” Rabu Kliwon “tanggal 31 bulan Agustus tahun 1194. Hari dan tanggal
tersebut dijadikan hari jadi atau hari lahirnya Kabupaten Trenggalek
berdasarkan data sejarah yang ditemui di Trenggalek, antara lain :
•
Pertama : Prasejarah daerah Trenggalek menunjukkan bahwa daerah itu
telah dihuni manusia, tetapi jaman ini bersifat masih nisbi sekali.
• Kedua : Prasasti Kampak tidak jelas hari dan tanggalnya kapan Prasati itu dilaksanakan isinya.
•
Ketiga : Hanya Prasasti Kamulan yang memiliki informasi cukup
lengkapsehingga mampulah prasastiKamulan dijadikan tonggak sejarah
lahirnya Kabupaten Trenggalek secara analitis, historis, yuridis
formalyang dapat dipertanggung jawabkan.
Masa Perdikan
Dalam masa perdikan ini dapat dikelompokkan dua liputan yakni :
a. Masa Perdikan Hindu.
b. Masa Perdikan Islam.
Pada
masa perdikan Hindu ditemui puing – puing percandian di daerah
Trenggalek serta beberapa benda – benda purbakala Hindu. Antara lain
beberapa monogram seperti monogram 1330 caka atau 1408 Masehi yang
terpahatkan dalam punggung arca wanita yang ditemukan di Dompyong. Arca
Bhima yang ditemukan di Dukuh Ngreco desa Parakan dan kini dimuka
Pendopo Kabupaten serta Arcadwarapala yang ditemukan dikaki Gunung Kambe
Desa Watulimo. Penemuan tadi merupakan koleksi benda purba yang
diidentifikasi pada jaman Majapahit akhir pembuatannya. Jadi jelas
padamasa perdikan hindu ini Trenggalek mengalami masa Kediri sampai
dengan Majapahit. Bukti lain yang memperkuat pendapat ini yaitu dengan
ditemukannya ambang pintu candi dan sebuah yoni yang digali dari Desa
Sukorame Kecamatan Gandusari. Disekitar pondok pesantren Hidayatul
Tholab-pun banyak dijumpai puing puing percandian dan arca arca, antara
lainnya dua buah kepala kala, arca ganesya dan balok – balok batu berkas
percandian. Malahan dapat diperkirakan dengan jelas bahwa prasasti
Kamulanpun dipendam didaerah ini. Setelah masa perdikan Hindu, datang
dan berkembang Agama Islam yang menyebabkan banyak sekali perdikan
perdikan Hindu yang langsung dijadikan Perdikan Islam.
Sayang
sekali mengenai jaman Islam awal ini di Trenggalek tidak ditemui
informasi yang memadai. Meskipun demikian satu hal yang tak dapat
dilupakan bahwa Menak Sopal perlu diangkat sebagai figur sejarah pemula
penyebar Agama Islam di Trenggalek, yang banyak perhatiannya dalam
bidang pertanian. Ternyata pada peninggalan kompleks makam Bagong yang
sampai kini diyakini dan dipercayai masyarakat Trenggalek tentang
pembuatan Dam Bagong oleh Menak Sopal, terdapat suatu bukti – bukti yang
berupa makam Menak Sopal dan istrinya yang tergores pada nisannya
sebuah candra sangkala. Candra Sangkala tadi berbunyi “Sirnaning Puspita
Cinatur Wulan”, dengan arti sirna merupakan ungkapan dari makam, dan
merupakan tempat orang meninggal maka bernilai 0 (nol). Sedangkan bunga
bernilai 9 (sembilan) dan karena bunga ini berdaun mahkota empat
menimbulkan kata cinatur yang nilainya 4 (empat), candra yang berarti
bulan bernilai 1( satu), akibatnya angka tahun itu bila dibaca dari
belakang ialah 1490 caka atau 1568 Masehi. Data tersebut mnunjukkan
bahwa masuknya agama islam di Trenggalek sekitar abad XVI, pada waktu
kerajaan pajang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya. Bagaimana keadaan
Trenggalek pada masa Perdikan Islam ini kurang dapat dipaparkan, seolah
olah masa itu masih tertutup oleh tabir misteri yang perlu dikuakkan
pada masa – masa yang akan datang.
Trenggalek awal lalu digabungkan
Sejarah
Kabupaten Trenggalek memang unik, hal ini tercermin dalam
periodisasinya yang pernah mengalami masa penggabungan. Periode
Trenggalek awal yang mengetengahkan perkembangan dinamika Poleksosbud
Trenggalek + 1830 M sampai 1932 yang dilanjutkan dengan masa Trenggalek
digabungkan yang meliputi awal Proklamasi sampai Revolusi Fisik.
Trenggalek Awal
Yang
dimaksud dengan Trenggalek awal ialah masa dimana patut dibedakan
pemerintahan timbul tenggelam yang mengemudikan Kabupaten Trenggalek.
Peristiwa sebelum 1830 yang menggoncangkan pulau jawa adalah peristiwa
pembunuhan penduduk Cina di Batavia secara besar-besaran yang
dilaksanakan oleh VOC pada tanggal 10 Oktober 1940 yang dikenal dengan
nama perang Pacino atau geger Pacinan. Akibatnya Mas Garendi yang
bergelar Sunan Kuning membantu penduduk cina dan mengadakan
pemberontakan menyerang Kartasura pada 30 Juni 1742. Akibat dari
pemberontakan ini Sultan Paku Buwana II terpaksa melarikan diri ke
Ponorogo.
Dengan
bantuan Bupati Mertodiningrat dari Ponorogo Sunan Paku Buwana II
berhasil menumpas pemberontakan Mas Garendi mengakibatkan putra Bupati
Mertodiningrat diangkat sebagai Bupati Trenggalek yang pertama pada
tahun 1743. Bupati Trenggalek pertama inilah yang bernama Sumotruno.
Bupati
Sumotruno digantikan oleh saudaranya sendiri Bupati Jayanegara yang
merangkap penguasa tunggal di Sawo Ponorogo. Waktu perang Mangkubumen,
penguasa Trenggalek adalah Ngabei Surengrana yang pada awalnya membantu
Mas Said kemudian berganti haluan menggabungkan diri dan mengikuti jejak
Sultan Hamengkubuwana I. Pada akhir peperangan Mangkubumen yang
mencetuskan perjanjian Giyanti pada 13 Pebruari 1755 mengakibatkan
Trenggalek dibagi menjadi dua bagian,
Bagian
Timur termasuk wilayah Ngrawa dan bagian barat dan selatan termasuk
Kabupaten Pacitan. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya tugu
perbatasan dari batu yang terdapat didesa gayam Kecamatan Panggul. Baru
pada tahun 1830 setelah Perang Diponegaran selesai, daerah Trenggalek
langsung menjadi milik Belanda. Susunan tata pemerintahan pada waktu itu
tidak banyak diketahui hanya dapat diperkirakan kalau tidak terlampau
jauh bedanya dengan daerah – daerah wilayah Kerajaan Mataram yang lain.
Pada
tahun 1942 Bupati Trenggalek Raden Tumenggung Mangkunagoro meninggal
dan digantikan oleh Raden Tumenggung Aryakusuma Adinoto yang sejak
awalnya menjabat sebagai Bupati Besuki. Raden Tumenggung Aryakusuma
Adinoto pada tahun 1943 dipindahkan ke berbek daerah Nganjuk, sehingga
jabatan Bupati Trenggalek masa ini lowong. Untuk mengisi kekosongan ini
diangkatlah Raden Ngabei Joyopuspo yang pada awalnya menjabat sebagai
patih Trenggalek menjadi Bupati Trenggalek dengan Raden Tumenggung
Pusponagoro. Tidak selang lama Raden Tumenggung Pusponagoro wafat,
sebagai gantinya diangkatlah wedono Tulungagung, Raden Gondokusumo
menantu Bupati Tulungagung sebagai Bupati Trenggalek dengan gelar
Tumenggung Sumoadiningrat pada tahun 1845 M.
Trenggalek Digabungkan
Sejak
tahun 1926 telah diadakan perubahan pemerintahan oleh pihak Belanda.
Perubahan ini di Trenggalek dilaksanakan pada tahun 1935, sejak saat ini
Trenggalek digabungkan, sebagian daerahnya dimasukkan Kabupaten
Tulungagung dan sebagian lainnya dimasukkan Kabupaten Pacitan. Akibatnya
hal ini sama dengan pada masa sebelum Kabupaten Trenggalek awal.
Penggabungan
ini menyebabkan Trenggalek kurang mendapat perhatian. Dengan demikian
keadaan Trenggalek tidak dapat dicatat. Trenggalek pada masa revolusi
fisik ditandai dengan masuknya daerah ini kedalam Wilayah Negara
Republik Indonesia. Berita masuknya Trenggalekkedalam negara kesatuan
Republik Indonesia meskipun secara tidak resmi telah terdengar secara
lisan dan tersebar serta didengar oleh seluruh penduduk desa – desa
Trenggalek.
Dalam masa ini Trenggalek juga mendapat perhatian dari pembesar pembesar negara antara lain :
Menteri
Agama Kyai Haji Masjkur yang didampingi oleh Mr. Sunaryo sebagai sekjen
Depag.Datang pula Menteri Dalam Negeri Drs. Susanto Tirtoprodjo,SH
serta Menteri Negara dr, Sukiman Wiryosandjojo yang sampai didaerah
Trenggalek dengan jalan kaki.
Panglima
Besar Jendral Sudirmanpun pernah dua kali mengunjungi Trenggalek.
Kunjungannya yang terakhir pada tanggal 24 januari 1949 menuju desa
Nglongsor.
Sekitar
Konferansi Meja Bundar yang membuahkan Pemerintah Republik Indonesia
Serikat imbasnya terasa pula di Trenggalek. Hal ini dapat diketahui
dengan adanya serah terima kekuasaan yang dilakukan Mukardi, R.
Roestamadji dan Sukarlan dari pihak RI di Trenggalek dengan Mayor Cronn
dan Karis Sumadi sebagai wakil pihak Belanda. Dengan demikian selesailah
masa penggabungan di Trenggalek yang dipenuhi oleh peristiwa peristiwa
duka dan lara. Namun berkat nama Tuhan Yang Maha Esa fajar telah
menyingsing dan Trenggalek mengalami masa cemerlang serta masa
pembangunan demi tercapainya Keagungan Bangsa dan Negara.
Trenggalek Wibawa
Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjunjung seluruh wilayah Indonesia
menjadi wilayah yang merdeka dalam kesatuan dan persatuan dengan Negara
Republik Indonesia. Secara formal Kabupaten Trenggalek timbul kembali
berdasarkan SK. Presiden tahun 1950 Nomor 20 yang ditandai oleh Presiden
saat sebagai Presiden RI yang termasuk dalam Negara Republik Indonesia
Serikat.
Perjalanan
roda sejarah tidak pernah henti akibatnya Trenggalekpun mengalami
Pemerintahan Orde Lama dan Trenggalek wibawa dalam pembangunan. Dari
Undang – Undang Nomor 20 tahun 1950 dapat diketahui bahwa Trenggalek
dinyatakan sebagai Kabupaten yang terdiri dari Kawedanan Trenggalek,
Kampak, Karangan dan Panggul. Pada awalnya Notosugito Patih Tulungagung
diangkat sebagai Bupati Trenggalek.
Sesudah
Notosugito Trenggalek diperintah Oleh R.Lantip sebagai acting Bupati di
Trenggalek sejak tanggal 8 Agustus 1950 sampai 27 Desember 1950 yang
pada saat itu sudah terbentuk DPRS, untuk pertama kalinya jabatan ketua
dipegang oleh R. Oetomo. Semenjak tanggal 27 Desember 1950 Muprapto
menduduki kursi Bupati Kabupaten Trenggalek yang berakhir pada tanggal
21 januari 1958. penggantinya R. Abdul Karimdiposastro memerintah sejak
tanggal 1 Desember 1958 sampai dengan 1 Juni 1960.
Bupati
R. Abdul Karimdiposastro didampingi oleh R. Supangatprawironoto selaku
Kepala Daerah Trenggalek. Masa orde lama diakhiri dengan masa
pemerintahan Bupati Budikuntjahjo yang diamankan oleh Negara karena
tersangkut peristiwa G 30 S/PKI.
Demikianlah
beberapa peristiwa yang dapat dicatat dalam masa Orde Lama.Antara
tanggal 1 oktober 1945 sampai 31 januari 1967 Kabupaten Trenggalek
diperintah oleh Bupati Hardjito yang merupakan perintis Orde Baru
didaerah Trenggalek. Pada tahun 1967 Bupati Muladi menggantikan Bupati
Hardjito, saying sekali Bupati Muladi hanya memerintah antara tanggal 1
pebruari 1967 sampai 1 oktober 1968.
Semenjak
tahun 1967 Trenggalek dipimpin oleh Bupati Sutran yang gigih berusaha
memotivitir penduduk Trenggalek agar lebih giat melipat gandakan
produksi pertanian
Wasana Kata
Dalam
mengikuti peristiwa perjalanan hidup manusia – manusia Trenggalek yang
terkait dalam putaran roda sejarah Kabupaten Trenggalek maka kini
sampailah pada wasana kata yang akan mengakhiri Kitab Petunjuk Singkat
Sejarah Kabupaten Trenggalek ini. Dari hasil penelitian, penelusuran,
pengolahan dan penyusunan Kabupaten Trenggalek dapatlah kini disimpulkan
bahwa :
1. Trenggalek telah dihuni oleh manusia – manusia purba sebagai nenek moyang sejak jaman Prasejarah.
2.
Jaman Prasejarah diakhiri pada tahun 851 caka atau 929 Masehi dengan
diketemukannya Prasasti Kampak yang melahirkan Perdikan Kampak. Sebagai
anugrah Simaparasima dari Raja Pu Sindok Isyana Tunggadewa sebagai
hadiah pada masyarakat Trenggalek.
3.
Perdikan Kampak disusul dengan timbul dan memantabnya Perdikan Kamulan
yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1194 dengan demikian secara yuridis
formal Kabupaten Trenggalek lahir pada tanggal 31 Agustus 1194 hari Rabu
Kliwon.
4.
Keadaan geeografis Trenggalek memiliki beberapa keistimewaan yang tak
dimiliki oleh daerah lain, sehingga meelahirkan goresan sejarah yang
berbeda pula dengan daerah lain. Akibatnya daerah ini selalu menjadi
“terugval basis”. Karena itu tepat sekali bila daerah ini bernama “TRNG
GALE” yang kemudian karena perubahan gejala bahasa maka menjadi
“TRENGGALEK”.
Dengan
demikian patutlah bila terjilma cita cita Trenggalek Wibawa yang tak
kenal mundur untuk terus membangun. Hal ini jelas terungkap dalam sirat
dan suratan Lambang Trenggalek yang berbunyi : “JWALITA PRAJA KARANA”.
Karena itu sebagai doa dan harapan yang mengakhiri Kitab Kecil ini
tercetus sasanti : “Jaya Wijayagung Mandraguna Trenggalek Jayati”.
Sejarah Trenggalek dan Pemerintahannya.
Berdasar
pada Kitab Babon Sejarah Trenggalek, Kabupaten Trenggalek telah dihuni
manusia sejak ribuan tahun yang lalu, yaitu pada jaman pra-sejarah. Hal
itu dapat dibuktikan dengan telah ditemukannya artifak-artifak jaman
batu besar seperti: Menhir, Mortar, Batu Saji, Batu Dakon, Palinggih
Batu, Lumpang Batu dan lain-lain. Benda-benda tersebut tersebar di
daerah-daerah yang terpisah yang dimungkinkan di daerah tersebut adalah
jalur perjalanan manusia Pemula. Berdasar data tersebut disimpulkan
bahwa, perjalanan manusia Pemula berasal dari Pacitan menuju ke Wajak
Tulungagung dengan melalui jalur:
• Dari Pacitan menuju Wajak melalui Panggul, Dongko, Pule, Karangan dan menyusuri sungai Ngasinan menuju Wajak Tulungagung.
• Dari Pacitan menuju Wajak melalui Ngerdani, Kampak, Gandusari dan menuju Wajak Tulungagung.
• Dari Pacitan menuju Wajak dengan menyusuri Pantai Selatan Panggul, Munjungan, Prigi, dan akhirnya menuju ke Wajak Tulungagung.
Menurut
HR VAN KEERKEREN, Homo Wajakensis (manusia purba wajak) hidup pada masa
plestosinatas, sedangkan peninggalan-peninggalan manusia purba Pacitan
berkisar antara 8.000 hingga 23.000 tahun yang lalu. Sehingga,
disimpulkan bahwa pada jaman itulah Kabupaten Trenggalek dihuni oleh
manusia.
Walaupun
banyak ditemukan peninggalan manusia purba, untuk menentukan kapan
Kabupaten Trenggalek terbentuk belum cukup kuat karena artifak-artifak
tersebut tidak ditemukan tulisan. Baru setelah ditemukannya prasasti
Kamsyaka atau tahun 929 Masehi, dapat diketahui bahwa Trenggalek pada
masa itu sudah memiliki daerah-daerah yang mendapat hak otonomi /
swatantra, diantaranya Perdikan Kampak berbatasan dengan Samudra
Indonesia di sebelah Selatan yang pada waktu itu wilayahnya meliputi
Panggul, Munjungan dan Prigi. Disamping itu, disinggung pula daerah
Dawuhan dimana saat ini daerah Dawuhan tersebut juga termasuk wilayah
Kabupaten Trenggalek. Pada jaman itu tulisan juga sudah mulai dikenal.
Setelah
ditemukannya Prasasti Kamulan yang dibuat oleh Raja Sri Sarweswara
Triwikramataranindita Srengga Lancana Dikwijayatunggadewa atau lebih
dikenal dengan sebutan Kertajaya (Raja Kediri) yang juga bertuliskan
hari, tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya, maka Panitia Penggali
Sejarah menyimpulkan bahwa hari, tanggal, bulan, dan tahun pada prasasti
tersebut adalah Hari Jadi Kabupaten Trenggalek.
Sejarah Singkat Pemerintahan
Seperti
halnya daerah-daerah lain, di jaman itu Kabupaten Trenggalek juga
pernah mengalami perubahan wilayah kerja. Beberapa catatan tentang
perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
•
Dengan adanya Perjanjian Gianti tahun 1755, Kerajaan Mataram terpecah
menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Wilayah Kabupaten Trenggalek seperti didalam bentuknya yang sekarang
ini, kecuali Panggul dan Munjungan, masuk ke dalam wilayah kekuasaan
Bupati Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta.
Sedangkan Panggul dan Munjungan masuk wilayah kekuasaan Bupati Pacitan
yang berada di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.
•
Pada tahun 1812, dengan berkuasanya Inggris di Pulau Jawa (Periode
Raffles 1812-1816) Pacitan (termasuk didalamnya Panggul dan Munjungan)
berada di bawah kekuasaan Inggris dan pada tahun 1916 dengan berkuasanya
lagi Belanda di Pulau Jawa, Pacitan diserahkan oleh Inggris kepada
Belanda termasuk juga Panggul dan Munjungan.
•
Pada tahun 1830 setelah selesainya perang Diponegoro, wilayah Kabupaten
Trenggalek, tidak termasuk Panggul dan Munjungan, yang semula berada
dalam wilayah kekuasaan Bupati ponorogo dan Kasunanan Surakarta masuk di
bawah kekuasaan Belanda. Dan, pada jaman itulah Kabupaten Trenggalek
termasuk Panggul dan Munjungan memperoleh bentuknya yang nyata sebagai
wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten versi Pemerintah Hindia
Belanda sampai disaat dihapuskannya pada tahun 1923.
Alasan
atau pertimbangan dihapuskannya Kabupaten Trenggalek dari administrasi
Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu secara pasti tidak dapat
diketahui. Namun diperkirakan mungkin secara ekonomi Trenggalek tidak
menguntungkan bagi kepentingan pemerintah kolonial Belanda.
Wilayahnya
dipecah menjadi dua bagian, yakni wilayah kerja Pembantu Bupati di
Panggul masuk Kabupaten Pacitan dan selebihnya wilayah Pembantu Bupati
Trenggalek, Karangan dan Kampak masuk wilayah Kabupaten Tulungagung
sampai dengan pertengahan tahun 1950.
Dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950, Trenggalek menemukan
bentuknya kembali sebagai suatu daerah Kabupaten di dalam Tata
Administrasi Pemerintah Republik Indonesia.
Saat
yang bersejarah itu tepatnya jatuh pada seorang Pimpinan Pemerintahan
(acting Bupati) dan seterusnya berlangsung hingga sekarang. Seorang
Bupati pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yang terkenal sangat
berwibawa dan arif bijaksana adalah MANGOEN NEGORO II yang terkenal
dengan sebutan KANJENG JIMAT yang makamnya terletak di Desa Ngulankulon
Kecamatan Pogalan.
Menurut
bukti administrasi yang ada di Bagian Pemerintahan Kabupaten
Trenggalek, nama-nama Bupati yang pernah menjabat di Kabupaten
Trenggalek adalah:
• Jaman Trenggalek Awal
1. Sumotruno (menjabat tahun 1793)
2. Djojonagoro (menjabat tahun …)
3. Mangoen Dirono (menjabat tahun …)
4. Mangoen Negoro I (menjabat tahun 1830)
5. Mangoen Negoro II (menjabat tahun … – 1842)
6. Arjokusumo Adinoto (menjabat tahun 1842 – 1843)
7. Puspo Nagoro (menjabat tahun 1843 – 1845)
8. Sumodiningrat (menjabat tahun 1845 – 1850)
9. Mangoen Diredjo (menjabat tahun 1850 – 1894)
10. Widjojo Koesoemo (menjabat tahun 1894 – 1905)
11. Poerba Nagoro (menjabat tahun 1906 – 1932)
• Jaman Trenggalek Manunggal. Dengan
manunggalnya kembali wilayah Pembantu Bupati di Panggul dengan wilayah
Pembantu Bupati di Trenggalek, Karangan dan Kampak, maka pada jaman itu
Trenggalek merupakan daerah Administrasi dalam arti mempunyai wilayah
kekuasaan sendiri dan tidak bergabung dengan daerah Kabupaten lainnya.
Adapun Bupati yang pernah menjabat pada masa itu hingga sekarang adalah:
1. Noto Soegito (menjabat tahun 1950)
2. R. Latif (menjabat tahun 1950)
3. Muprapto (menjabat tahun 1950 – 1958)
4. Abdul Karim Dipo Sastro (menjabat tahun 1958 – 1960)
5. Soetomo Boedi K. (menjabat tahun 1965)
6. Hardjito (menjabat tahun 1965 – 1967)
7. Muladi (menjabat tahun 1967 – 1968)
8. Soetran (menjabat tahun 1968 – 1974)
9. Much. Poernanto (menjabat tahun 1974 – 1975)
10. Soedarso (menjabat tahun 1975 – 1985)
11. Haroen Al Rasyid (menjabat tahun 1985 – 1990)
12. Drs. H. Slamet (menjabat tahun 1990 – 1995)
13. Drs. H. Ernomo (menjabat tahun 1995 – 2000)
14. Ir. Mulyadi WR (menjabat tahun 2000 – 2005)
15. Soeharto (menjabat tahun 2005 – 2010)
16. Ir. Mulyadi WR (menjabat tahun 2010 – sekarang)
0 komentar:
Posting Komentar